November 01, 2008

Keimanan dan Atheisme [Sebuah Kontemplasi]

Saat Adam tersingkir dari Surga, peradaban manusia dimulai di bumi, di sini pula penyimpangan pertama kalinya mulai tumbuh. Aturan terpinggirkan, pembunuhan Qabil menjadi contoh generasi, kaum Luth menjadi tren sekarang. Entah siapa yang bertanggung jawab, hingga orang Yunani Kuno (2000 s.d. 300 S.M.) mengatakan “Sic Transit Gloria Mundi” (Betapa cepat lenyapnya keagungan dunia).

Akal yang dipunyai berusaha menjangkau semua, namun tak semua dapat dijangkau akal. Lalu timbul pikiran yang lebih mendalam; filsafat. Dengan alat ini seakan-akan semua kegelisahan dapat terjawabkan.

Namun Tuhan tetap tersembunyi dan manusia semakin kehilangan diri. Descartes, Shang Yang, Benito Mussolini, J.J. Russeau, Hegel, Immanuel Kant, Nieztche, Karl Marx, Lenin semakin tertancap dalam sejarah. Faridud’din Attar, Jalalluddin Rumi, Hasan Al Bashri, bahkan Al-Hallaj pun menjadi semakin terlupakan. Tak salah apabila orang Islam yang berjihad menjadi terkutuk di zaman ini (Muhammad Iqbal; Parlemen Setan).

Ada yang terlupakan. Orang yang kurang mendalami filsafat akan dibawa terbang oleh atheisme, sebaliknya orang yang mendalami filsafat akan dibawa kembali kepada agama (Francis Bicon). Tetapi ada pemikiran tersendiri tentang Atheisme; pengakuan akan ketidakpercayaan adalah jalan menuju Tuhan. Para Atheis tak ingin orang lain tahu hubungannya dengan Tuhan.

Sempat terekam dalam sebuah riwayat di hadits Qudsi;
“Alam raya tak cukup untuk tempat-Ku, hati manusialah singgasana-Ku.”

Hingga ada seorang darwis berdoa, “Ya Tuhanku, di tengah keinginan yang begitu banyak akan dunia, hanya satu keinginanku; Aku tak ingin punya keinginan itu.”

Based on: Luqman

1 Comments:

J. LUTFI mengatakan...

kok jadi berat gini tulisanya kira2 waktu nulis apa gsalah makan

Posting Komentar